BRIN Memutuskan Tak Melanjutkan Riset Elang Hitam

✈ Dialihkan untuk tujuan sipil Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) jenis Medium Altitude Long Endurance (MALE) di hanggar PT Dirgantara Indonesia (Persero), Bandung, Jawa BaratU  [Ist]

Impian Akhmad Farid Widodo melihat drone militer yang dikembangkannya bersama tim peneliti mengudara di langit Indonesia pupus sudah. Mimpi yang ditanam Farid sirna seiring lahirnya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Tim kami dibubarkan,” ujar Farid kepada kumparan di Jakarta, Kamis (22/12). Farid merupakan perekayasa di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang terlibat proyek drone militer sejak 2017.

Drone yang dikembangkan Farid dkk ialah Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) berspesifikasi militer dengan tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE). Pengembangan drone kombatan bernama ‘Elang Hitam’ itu mulanya diinisiasi Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 2015.

Kemudian pada 2017, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ikut terlibat bersama Dislitbang TNI AU, PT Dirgantara Indonesia, PT LEN, dan Institut Teknologi Bandung. Keenam instansi tersebut membentuk konsorsium. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bergabung setelahnya pada 2019.

Drone ‘Elang Hitam’ dibangun khusus untuk kepentingan pertahanan TNI AU dengan dilengkapi rudal. Spesifikasi pesawat tanpa awak ini sekelas drone canggih milik Turki (AnKa), Amerika Serikat (Predator), dan Israel (Heron). Secara fisik, Elang Hitam memiliki panjang 8,30 meter dan bentang sayap 16 meter. Daya jelajahnya diklaim mencapai 23.000 kilometer non-stop dan ketahanan terbang tinggi selama 30 jam dalam radius 250 km.

Purwarupa Elang Hitam ditampilkan pertama kali di hanggar PT DI pada 30 Desember 2019. Selanjutnya pada 23 Januari 2020, Presiden Jokowi didampingi Menhan Prabowo melihat langsung drone tersebut di halaman Kemenhan. Tujuh hari berselang, Jokowi berbicara pentingnya pengembangan drone militer di hadapan para pegawai Kemenristek (kini BRIN).

"Kita sudah bisa kembangkan drone… Inilah riset ke depan yang harus kita loncatkan, sehingga negara kita tidak tertinggal. Sehingga kita harapkan itu jadi nilai tambah bagi negara dan perekonomian," kata Jokowi di Puspiptek Tangerang, 30 Januari 2020.

Di tahun itu pula Jokowi meneken Perpres 109/2020 yang memasukkan drone ‘Elang Hitam’ di daftar Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024. Elang Hitam ditargetkan bisa diproduksi massal dan memulai misi pertahanan mulai 2024. Bahkan Jokowi menargetkan Elang Hitam bisa produksi mulai 2022.

  Alasan BRIN 

Namun harapan tinggal harapan. September 2022, BRIN memutuskan tak melanjutkan riset Elang Hitam.

BRIN menghentikan sepihak [pengembangan drone Elang Hitam]. Ini sebenarnya menampar muka presiden. Dugaan saya ada sentimen negatif ke [peneliti] BPPT,” ucap Farid kecewa.

Semestinya drone Elang Hitam sudah bisa diproduksi massal 2024, sesuai permintaan presiden,” timpal eks Kepala BPPT, Hammam Riza.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menyatakan meski Elang Hitam masuk PRN, bukan berarti pengembangannya tidak bisa dihentikan. Menurut Handoko, justru Presiden Jokowi memerintahkan agar menghentikan semua PRN yang tak tuntas pada 2024 agar tidak membebani presiden berikutnya.

Kami evaluasi mendalam selama 2021, termasuk PUNA MALE. Terpaksa kami hentikan karena gagal terbang kan Desember [2020],” kata Handoko kepada kumparan di kantornya, Jumat (23/12).

Di samping itu, Handoko mengatakan Indonesia masih belum memiliki teknologi kunci drone militer seperti satelit komunikasi. Padahal satelit komunikasi diperlukan untuk mengontrol pergerakan drone jumbo itu.

Drone itu kan besar, kalau tidak ada satelit komunikasinya nanti nabrak gedung bagaimana? Empat rumah pasti hancur kalau [dronenya] jatuh, berbahaya. Minimal harus ada 3 satelit komunikasi yang kita miliki. Satelit enggak ada, terus ngapain dibikin? Menerbangkan saja enggak bisa, enggak akan pernah diizinkan,” jelas Handoko.

Walau demikian, Handoko menegaskan proyek drone itu tidak dihentikan begitu saja, tetapi dialihkan untuk tujuan sipil seperti monitoring cuaca hingga pemotretan kebakaran hutan.

  Gagal Terbang 

Farid mengakui Elang Hitam gagal terbang saat uji coba pertama di Bandara Nusawiru, Pangandaran, pada Desember 2020. Kegagalan tersebut disebabkan struktur Elang Hitam yang mengutamakan keselamatan sehingga berdampak ke berat drone yang melebihi kondisi normal.

Selain itu, panjang landasan Bandara Nusawiru hanya 1.000 meter, ditambah kencangnya angin laut, tidak memberikan ruang yang cukup apabila ada kesalahan. Idealnya, panjang landasan untuk uji coba pertama 3.000 meter.

Begitu first attempt, pilot abort karena tidak yakin kecepatannya bisa ngangkat [drone], kan [panjang landasan] cuma 1.000 meter. Jadi [drone] amblas, kakinya patah. Ini kesalahan minor yang bisa diperbaiki,” ucap Farid.

Elang Hitam kemudian dibawa ke Bandung untuk diperbaiki. Pada Maret 2022, perbaikan tuntas dan Elang Hitam siap diterbangkan. Namun hingga kini uji terbang itu tak terealisasi lantaran anggaran sudah beralih ke BRIN dan proyek pengembangan dihentikan.

Beralihnya anggaran—termasuk 14 ribu SDM—ke BRIN merupakan dampak peleburan 74 lembaga riset sesuai amanat Perpres 78/2021. Lembaga riset yang melebur di antaranya adalah LIPI, BPPT, LAPAN, dan BATAN. Peleburan itu membuat gusar Farid dan para peneliti lainnya.

Setahun pasca-peleburan yang tuntas pada awal 2022, para peneliti mengeluhkan kondisi BRIN yang karut-marut. Keluhan mereka utamanya persoalan anggaran riset, birokrasi yang rumit, hingga kepemimpinan.

Baca selengkapnya, klik link dibawah

 
Kumparan  
LihatTutupKomentar
.